HOT! Kronologi Lengkap Tewasnya Brigadir J Di Tangan Bharada E Hingga Menyisakan Banyak Kejanggalan

- 14 Juli 2022, 20:51 WIB
Potret kedekatan Brigadir J (kiri) dan Kadiv Propam Ferdi Sambo (kanan) saat berdinas bersama
Potret kedekatan Brigadir J (kiri) dan Kadiv Propam Ferdi Sambo (kanan) saat berdinas bersama /youtube

Tentangboyolali.com - Kronologi lengkap mulai dari baku tembak antara sesama polisi terjadi di rumah Sambo, Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7) malam.

Kejadian tersebut melibatkan Brigadir Polisi Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dengan Bharada E. Insiden polisi tembak polisi menyebabkan Brigadir Yosua atau Brigadir J.

Menurut kabar yang beredar, Brigjen J merupakan sopir istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Baca Juga: Resmi, Sejumlah Harga BBM Pertamina Mengalami Kenaikan Dengan Rata-Rata Rp 2.000 Per Liternnya

Sedangkan, Bharada E merupakan ajudan Irjen Sambo yang bertugas menjaga keamanan di rumah dinas itu.

Brigjen Ramadhan, Karopenmas Divisi Humas Polri, menuturkan peristiwa baku tembak itu terjadi setelah Brigadir J keluar dari kamar istri Kadiv Humas Polri, Putri Candrawathi.

Pada awalnya, Brigadir J masuk ke kamar pribadi eks dirtipidum Bareskrim Polri itu saat Putri Ferdy Sambo sedang beristirahat.

Setelah memasuki kamar, J disebut melecehkan istri perwira tinggi Polri itu sambil menodongkan senjata api.

Saat itu, istri Irjen Sambo sempat berteriak minta tolong. Teriakan itu membuat Brigadir J panik dan langsung keluar kamar.

Teriakan Putri menarik perhatian Bharada E yang saat itu berada di lantai dua rumah tersebut. Brigadir J dan Bharada E pun terlibat baku tembak dan berakhir dengan kematian J.

Meski dijelaskan cukup detail oleh pihak kepolisian, namun publik tak mudah percaya begitu saja karena dari cerita saksi maupun dari Divisi Humas Polsi banyak sekali ditemukan kejanggalan, antara lain, 

1. Mulai dari fitnah yang bertubi-tubi bahwa korban melalukan pelecehan seksual

2. CCTV yang tidak berfungsi di rumah tersebut

3. CCTV yang berada di kompleks rumah juga diganti tanpa ijin satpam yang bertugas disana

4. luka sayatan dan lebam pada tubuh korban

5. tak ada laporan kematina kepada RT setempat

6. WhatsApp diretas dan HP tidak bisa dibuka

Polri akhirnya membentuk tim gabungan untuk mengungkap kronologi di balik peristiwa tewasnya Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yosua Hutabarat, ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

Tim itu tentu harus menjawab berbagai kejanggalan dalam insiden yang terjadi di rumah dinas Sambo tersebut.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, tim gabungan dipimpin Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono.

Di dalamnya juga ada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Pol Agung Budi Maryoto, Kabagintelkam Komjen Pol Ahmad Dofiri, Asisten Kapolri Bidang SDM (As SDM) Irjen Pol Wahyu Widada, Paminal, dan Provos.

Baca Juga: Berawal Dari Chatting, Pemuda Asal Bogor Ini Paksa Main Dengan Pacarnya, Akhirnya Berakhir Miris

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Polri mengusut adanya potensi penyiksaan terhadap Brigadi J di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

"ICJR menilai tanpa pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan transparan, maka ada potensi tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian dan bahkan hingga potensi penyiksaan," ungkap Iftitah Sari, Peneliti ICJR, seperti dikutip dari media nasional setempat, Kamis (14/7).

Apalagi, kata dia, berdasarkan keterangan keluarga Brigadir J, ditemukan luka di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki. Karena itu, pendalaman mengenai potensi penyiksaan dan tindakan sewenang-wenang yang dialami oleh Brigadir J harus menjadi catatan penyidik.

"Informasi lain yang juga harus menjadi perhatian adalah keluarga korban sebelumnya bahkan sempat dilarang untuk melihat jenazah dan membuka pakaian jenazah," jelas Iftitah.

Selanjutnya, Ia menuturkan proses penyidikan kasus ini kemungkinan terjadinya tindak pidana obstruction of justice yang bertujuan menghalang-halangi proses penyidikan.

Dijelaskan Iftitah, pasal 221 KUHP mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.

Di sisi lain, kata dia, untuk memastikan proses penyidikan yang independen dan transparan, Tim Gabungan Pencari Fakta harus dibentuk dan lembaga independen seperti Komnas HAM juga harus dilibatkan. ***

Editor: Deny Irwanto


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini